Senin, 01 Juni 2015

“MANAJEMEN PENDIDIKAN BERBASIS MASYARAKAT”

REVIEW JURNAL
“MANAJEMEN PENDIDIKAN BERBASIS MASYARAKAT”


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manajemen adalah merupakan hal yang sangat urgen dalam setiap pelaksanaan suatu kegiatan organisasi berhasil atau tidaknya suatu kegiatan, ditentukan oleh manajemennya. Oleh karena itu manajemen yang baik adalah faktor penentu terhadap keberhasilan suatu roda setiap organisai. Dalam hal ini, berkaitan dengan pendidikan, baik itu pendidikan formal,  nonformal, maupun informal membutuhkan suatu manajemen yang baik dan benar agar pendidikan itu bisa berjalan dan sukses sebagaimana yang diharapkan.
Sehubungan dalam pembahasan ini yang akan dibahas adalah menyangkut tentang manajemen pendidikan berbasis masyarakat, sehingga dalam tulisan ini lebih fokus pada bahasan pendidikan yang sifatnya nonformal yang berada di akar rumput yang banyak dikelolah oleh masyarakat yang meliputi di dalamnya adalah lembaga pendidikan di pesantren atau madrasah. Maka kegiatan pendidikan dalam hal ini lebih banyak berperan aktif dalam pengelolaannya adalah masyarakat itu sesuai yang termasuk di dalamnya adalah orang tua, tokoh adat, tokoh agama, pendidik, LSM, organisasi atau lembaga kemasyarakatan lainnya.
B.     Rumusan Masalah
Melihat dari tema jurnal tesebut, terdapat rumusan masalah:
1.      Apa yang di maksud dengan manajemen ?
2.      Seperti apa konsep dasar manajemen pendidikan tersebut ?
3.      Apa fungsi-fungsi manajemen pendidikan ?
4.      Seperti apa pendidikan  berbasis masyarakat itu ?
5.      Bagaimana peran masyarakat dan pemerintah dalam pendidikan berbasis masyarakat ?

C.    Tujuan dan Manfaat Penelitian
a.      Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan manajemen pendidikan.
2.      Menjelaskan konsep dasar manajemen pendidikan!
3.      Untuk mengetahui fungsi-fungsi dari manajemen pendidikan.
4.      Menjelaskan tentang pendidikan berbasis masyarakat.
5.      Mengetahui peran masyarakat dan pemerintah dalam pendidikan berbasis masyarakat.
b.      Manfaat Penelitian
1.      Dapat memahami apa yang di maksud dengan manajemen pendidikan
2.      Dapat memahami konsep dasar manajemen pendidikan.
3.      Dapat mengetahui fungsi-fungsi manajemen pendidikan.
4.      Dapat mengetahui tentang pendidikan berbasis masyarakat.
5.      Mengetahui peran masyarakat dan pemerintah dalam pendidikan berbasis masyarakat.

D.    Teori Penulisan
Teori-teori yang terdapat dalam jurnal tersebut antara lain:
1.      Suharsismi Arikunto, menyatakan bahwa pengawasan adalah usaha pimpinan untuk mengetahui semua hal yang menyangkut pelaksanaan kerja, khusunya untuk mengetahui kelancaran kerja para pegawai dalam melakukan tugas untuk mencapai tujuan.
2.      George R. Terry, menyatakan bahwa pengawasan adalah proses penentuan apa yang dicapai yaitu standar, apa yang sedang dihasilkan, yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dalam mengambil tindakan korektif sehingga pelaksaan dan tindakan korektif dapat berjalan menurut rencana yaitu sesuai standar.
3.      Michael W. Galbaith dikutip oleh Zubaedi, bahwa pendidikan berbasis masyarakat adalah sebagai proses pendidikan di mana individu-individu atau orang dewasa menjadi lebih berkompeten menangani keterampilan sikap dan konsep mereka dalam hidup di dalam dan mengontrol aspek-aspek lokal dari masyarakatnya melalui partisipasi demokratis.





BAB II
PEMBAHASAN
            Manajemen pendidikan adalah suatu kegiatan yang berupa proses kegiatan pengelolah kerjasama yang tergantung dalam organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisian.
            Adapun fungsi manajemen pendidikan meliputi empat fungsi yaitu perencanaan, pengorganisasian, pergerakan dan pengawasan.
            Pendidikan berbasis masyarakat, menunjuk pada pengertian yang beragam yang meliputi antara lain:
a.       Peranan inti masyarakat dalam pendidikan.
b.      Pengambilan keputusan yang berbasis masyarakat.
c.       Pendidikan yang diberikan oleh sekolah swasta atau yayasan.
d.      Pusat kegiatan belajar masyarakat.
e.       Pendidik luar sekolah yang diberikan oleh organisasi akar rumput seperti LSM dan Pesantren.
Ada lima aspek untuk melaksanakan konsep pendidikan berbasis masyarakat yaitu: teknologi, kelembagaan, sosial, kepemilikan program belajar, dan organisai.
Peran pemerintah dalam pendidikan berbasis masyarakat antara lain:
a.       Sebagai pelayan masyarakat.
b.      Sebagai fasilitator.
c.       Sebagai pendamping.
d.      Sebagai mitra.





BAB III
PENUTUP
A.    Kelebihan dan Kekurangan Penulisan
1.      Kelebihan Penulisan
Kelebihan yang terdapat dalam jurnal tersebut yaitu pemaparannya sangat jelas.
2.      Kekurangan
Dalam jurnal tersebut hampir tidak ditemukan kekurangan, tetapi hanya terdapat sedikit kesalahan dalam penulisan kata-kata.

B.     Kesalahan Dalam Penulisan
Kesalahan-kesalahan penulisan yang terdapat dalam jurnal tersebut, antara lain:
1.      Dalam pemaparan pendahuluan terdapat kata dikelola, dan yang seharusnya ditambahkan huruh (h) diujung kata, sehingga menjadi dikelolah.
2.      Terdapat pula kesalahan penulisan non formalyang seharusnya penulisan tersebut digabungkan.
3.      Kata dimana, yang seharusnya penulisannya terpisah sehingga menjadi di mana.



Sumber:http://hijrawatitarbiyahki.blogspot.com/2012/12/review-jurnal-ii-manajemen-pendidikan.html

Pendidikan Inklusif Indonesia

PENDIDIKAN INKLUSIF

Pengertian Pendidikan Inklusif
Menurut Stainback (1990) Sekolah Inklusif adalah Sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Kemudian Staub dan Peck (1995) mengemukakan bahwa Pendidikan Inklusif adalah Penempatan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tingkat ringan, sedang dan berat, secara penuh di kelas reguler. Sedangkan Sapon-Shevin (O’ Neil 1995) menyatakan bahwa Pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar ABK dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Inklusi terkandung unsur adanya:
1.    Layanan Pendidikan yang mengikutsertakan ABK untuk belajar bersama dengan anak sebayanya di kelas regular/ biasa terdekat dengan tempat tinggalnya;
2.    Pemberian akses seluas-luasnya kepada semua anak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu;
3.    Pemberian layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan semua anak,
Sekolah Inklusif (di Indonesia) adalah sekolah biasa (SB) yang mengakomodasi semua peserta didik baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus (cacat fisik, intelektual, sosial, emosional, mental, cerdas, berbakat istimewa daerah terpencil/ terbelakang, suku terasing, korban bencana alam/ bencana sosial/ miskin), mempunyai perbedaan pangkat, warna kulit, gender, suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, kelompok politik, anak kembar, yatim, yatim piatu, anak pedesaan, anak kota, anak terlantar, tuna wisma, anak terbuang, anak yang terlibat dalam sistem pengadilan remaja, anak terkena daerah konflik senjata, anak pengemis, anak terkena dampak narkoba HIV/ AIDS (ODHA), anak nomaden, dll sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya.
·         Pendidikan Inklusif adalah suatu strategi untuk memperbaiki sistem pendidikan melalui perubahan kebijakan dan pelaksanaan yang eksklusif.
·         Pendidikan Inklusif berfokus pada peminimalan dan penghilangan berbagai hambatan terhadap akses, partisipasi dan belajar bagisemua anak, terutama bagi mereka yang secara sosial terdiskriminasikan sebagai akibat kecacatan dan kelainannya.
·         Pendidikan inklusif melihat perbedaan individu bukan suatu masalah, namun lebih pada kesempatan untuk memperkaya pembelajaran bagi semua anak.
·         Pendidikan Inklusif melaksanakan hak setiap anak untuk tidak terdiskriminasikan secara hukum sebagaimana tercantum dalam konvensi PBB (UNCRC) tentang hak anak.
Pendidikan Inklusif menghendaki sistem pendidikan dan sekolah lebih menjadikan anak sebagai pusat dari pembelajaran fleksibel dan dapat menerima perbedaan karakteristik dan latar belakang setiap anak untuk hidup bersama. Hal ini merupakan langkah awal untuk mempromosikan hidup yang lebih toleran, damai dan demokrasi
Landasan Yuridis
Deklarasi Dakar
Pendidikan Untuk Semua (2000)
1.    Memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak dini usia, terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung
2.    Menjamin bahwa menjelang tahun 2015 semua anak, khususnya anak perempuan, anak-anak dalam keadaan sulit dan mereka yang termasuk minoritas etnik, mempunyai akses dan menyelesaikan pendidikan dasar yang bebas dan wajib dengan kualitas baik.
3.    Menjamin bahwa kebutuhan belajar semua manusia muda dan orang dewasa terpenuhi melalui akses yang adil pada program-program belajar dan kecakapan hidup (life skills) yang sesuai.
4.    Mencapai perbaikan 50% pada tingkat keniraksaraan orang dewasa menjelang tahun 2015, terutama bagi kaum perempuan, dan akses yang adil pada pendidikan dasar dan berkelanjutan bagi semua orang dewasa.
5.    Menghapus disparitas gender dalam pendidikan dasar dan menengah menjelang tahun 2005 dan mencapai persamaan gender dalam pendidikan menjelang tahun 2015 dengan suatu fokus jaminan bagi perempuan atas akses penuh dan sama pada prestasi dalam pendidikan dasar dengan kualitas yang baik
Memperbaiki semua aspek kualitas pendidikan dan menjamin keunggulannya, sehingga hasil belajar yang diakui dan terukur dapat diraih oleh semua, terutama dalam keaksaraan, angka dan kecakapan hidup (life skills) yang penting.
Seruan International Education For All ( EFA) yang dikumandangkan UNESCO sebagai kesepakatan global hasil World Education Forum di Dakar, Senegal tahun 2000, penuntasan EFA diharapkan tercapai pada tahun 2015.
Seruan ini senafas dengan semangat dan jiwa Pasal 31 UUD 1945 tentang hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dan Pasal 32 UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur mengenai Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.
Pernyataan Salamanca Tahun 1994 merupakan perluasan tujuan Education For All melandasi pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus dengan mempertimbangkan pergeseran kebijakan pemerintah yang mendasar untuk menggalakkan pendekatan pendidikan inklusif.
Melalui pendidikan inklusif ini diharapkan sekolah-sekolah reguler dapat melayani semua anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus.
Dalam menerapkan pendidikan inklusif sekolah reguler memerlukan dukungan sekolah luar biasa dan Sentra PK/PLK sebagai Pusat Sumber.
Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 380/C.C6/MN/2003 tanggal 20 Januari 2003 perihal pendidikan inklusif : Menyelenggarakan dan mengembangkan di setiap Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari : SD, SMP, SMA, SMK.
Landasan Filosofis
“Bhineka Tunggal Ika”. Filsafat ini wujud pengakuan kebhinekaan manusia, baik vertikal maupun horizontal yang mengemban misi tunggal sebagai umat Tuhan di muka bumi. Kebhinekaan vertikal ditandai dengan perbedaan, kecerdasan, fisik, finansial, pangkat, kemampuan, pengendalian diri dsb. Kebhinekaan horizontal diwarnai dengan perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, daerah afiliasi politik, dsb.
Bertolak dari filosofis tersebut maka, kecacatan dan keberbakatan hanyalah satu bentuk kebhinekaan seperti halnya perbedaan suku, ras, bahasa, budaya dan agama. Artinya dari individu kecacatan pasti ditemukan keunggulan tertentu, sebaliknya di dalam diri individu berbakat, pasti terdapat kecacatan tertentu, karena tidak ada makhluk di dunia ini yang sempurna. Sistem Pendidikan harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar peserta didik yang beragam sehingga mendorong sikap demokratis dan penghargaan asas HAM.
Beberapa Kebaikan Pendidikan Inklusif
·         Membangun kesadaran dan konsensus  pentingnya Pendidikan Inklusif sekaligus menghilangkan sikap dan nilai yang diskriminatif.
·         Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan lokal, mengumpulkan informasi.
·         Semua anak pada setiap distrik dan mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak sekolah.
·         Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial, dan masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran.
·         Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan bagi semua anak.
Alasan Pendidikan Inklusif Diterapkan
·         Semua anak mempunyai hak yang sama untuk tidak di-diskriminasi-kan dan memperoleh pendidikan yang bermutu.
·         Semua anak mempunyai kemampuan untuk mengikuti pelajaran tanpa melihat kelainan dan kecacatannya.
·         Perbedaan merupakan penguat dalam meningkatkan mutu pembelajaran bagi semua anak.
·         Sekolah dan guru mempunyai kemampuan untuk belajar merespon dari kebutuhan pembelajaran yang berbeda.
Bentuk Sekolah Inklusif
·         Sekolah Biasa/Sekolah Umum, yang mengakomodasi semua Anak Berkebutuhan Khusus
·         SLB/Sekolah Luar Biasa/Sekolah Khusus yang mengakomodasi anak normal
(Sekolah Inklusif adalah Sekolah yang terpilih melalui seleksi dan memiliki kesiapan baik  Kepala Sekolah, Guru, Orang Tua, Peserta Didik, Tenaga Administrasi dan Lingkungan Sekolah/Masyarakat).
Oleh: Lilis Lismaya, S. Pd. (Praktisi Pendidikan Inklusif)
Desember 12, 2009
Posted by pokjainklusifkalteng in Artikel Inklusif



DISINI, AKU MERASA ‘SAMA’ SEPERTI MEREKA YANG NORMAL

DISINI, AKU MERASA ‘SAMA’ SEPERTI MEREKA YANG NORMAL
Tidak bisa melihat bukan berarti berhenti berkarya dan lantas menyurutkan semangat kehidupan, inilah salah satu prinsip yang dipegang orang-orang penyandang disabilitas, terkhusus kaum tunanetra. Seorang tunanetra yang mandiri adalah inspirasi hidup kita. Tunanetra sering kali dijadikan alasan untuk meminta belas kasihan. Kekurangan yang seringkali dijadikan alasan untuk tidak bekerja dan tidak berkarya. Boro-boro memberikan inspirasi hidup dan kontribusi kepada orang lain, untuk dirinya sendiri masih mengharapkan orang lain.
Kehadiran penyandang tunanetra dalam keluarga kita dipastikan tidak kita harapkan. Tentunya kita mengharapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa memohon keluarga kita dilahirkan normal sehat tidak kurang satu apapun. Namun apa boleh dikata kalau kita dikaruniai seorang keluarga penyandang cacat, tunanetra misalnya, satu-satunya jalan adalah bersabar dan tetap bersyukur atas karunia itu.
Mayoritas yang terjadi memiliki keluarga penyandang cacat adalah aib dalam satu keluarga sehingga mereka cenderung menyembunyikan bahkan menyia-nyiakan karena tidak berguna bagi keluarga itu. Mereka kebanyakan menganggap penyandang cacat ini bagi keluarga hanya menjadi beban tidak ada gunanya dan itu memang kenyataannya. Bahkan penyandang tunanetra ini pun saat dirumah tidak ada yang peduli, tidak ada yang mengajak bermain, bercanda dll, tetangga lewat pun tidak ada yang peduli di diamkan saja tidak di sapa. Mereka hanya termenung sendiri menunggui kegelapannya.
Ketika saya melakukan observasi ke Yaketunis, saya begitu takjub menyaksikan adik-adik usia SD bermain kejar-kejaran dan gendong-gendongan di koridor. Mereka buta tapi begitu leluasa bermain kejar-kejaran tanpa takut tersandung atau menabrak sesuatu. Hanya kita yang ketar-ketir khawatir melihat mereka berlarian kesana kemari, takut mereka terjatuh atau menabrak tembok. Dan keceriaan mereka sungguh membuktikan betapa rasa syukur dan ikhlas masih milik mereka atas keterbatasan yang mereka alami.Selain fasilitas pendidikan, Yaketunis juga memiliki asrama. Dalam keseharian, mereka tinggal di asrama Yaketunis dan mengikuti kegiatan pendidikannya di sekolah atau universitas masing-masing. Banyak dari mereka yang berasal dari beberapa kota di Jawa. Mereka tinggal di asrama yaketunis dan pulang ke kampung halaman kembali ke keluarga ketika libur panjang tiba. Jadi Yaketunis ini berbeda dengan panti asuhan untuk yatim piatu. kebanyakan dari mereka memiliki keluarga di tempat asalnya. Tempat teman-teman tunanetra ini menuntut ilmu pun bermacam-macam. yang SD dan SMP bersekolah di sekolah yang ada di kompleks yayasan. Sedangkan yang SMA sampai Universitas, mereka bersekolah di luar. Yang sudah kuliah, kabanyakan berkuliah di UIN Sunan Kalijaga, tapi ada juga yang kuliah di UGM. Jurusan yang mereka ambil berbeda-beda. Hanya kebanyakan di bidang pendidikan dan keagamaan. Teman-teman di Yaketunis dari awal sudah ditekankan untuk mandiri. Tidak bisa melihat bukan merupakan sebuah apalagi untuk terus bergantung pada orang lain. Mulai dari hal-hal kecil seperti mencuci baju dan keperluan pribadi lainnya mereka urus sendiri. Mereka juga menyapu dan membersihkan lingkungan mereka sendiri. Untuk berangkat ke sekolah atau kampus pun mereka lakukan sendiri, tidak diantar. Lalu gimana caranya mereka bisa sampai ke kampus atau sekolah mereka dari asrama Yaketunis? Mungkin kita bakal bertanya seperti itu. Sehari-hari mereka bersekolah atau kuliah memakai angkutan umum (bis). Lalu bagaimana bisa mereka tahu kalau yang datang adalah bis, bukan truk atau kendaraan lain? Bagaimana mereka tahu mana jalur bis yang sesuai dengan tujuan mereka? Bagaimana cara mereka naik bis? Bagaimana mereka tahu bahwa mereka sudah sampai tujuan? Dan sederet bagaimana-bagaimana yang lain yang membuat kita tercengang setelah mendengar jawabannya dari bibir mereka yang murah senyum. Coba saja teman-teman tanyakan pada mereka kalau kebetulan sedang berkunjung ke sana. Lebih lanjut tentang Yaketunis bisa ditanyakan juga di sana.
Suatu hari ketika saya melakukan observasi bersama teman-teman, saya berkesempatan untuk berkenalan dan berbincang-bincang dengan mereka. Ketika mereka menjawab pertanyaan dari saya mengenai cita-cita mereka, begitu takjub mendengar apa yang mereka cita-citakan dan keyakinan mereka untuk bisa menggapainya, membuat kita yang normal merasa malu. Betapa mulia cita-citanya dan betapa gigih mereka mengupayakannya. Kesulitan dan halangan yang mereka hadapi karena keterbatasan yang mereka miliki tidak membuat mereka mengeluh lalu menyerah, tetapi justru menjadi pengobar semangat untuk membuktikan bahwa walau tunanetra mereka bisa menggapai cita-cita mereka, tidak kalah dengan orang-orang yang normal penglihatannya. Sementara di sini kita masih sering mengeluh ketika menemui kesulitan yang sebenarnya sangat remeh. Sementara di sini kita mudah menyerah dan berbalik pergi ketika membentur tembok penghalang. Cita-cita mereka bermacam-macam, ada yang mau jadi dosen, guru, musisi, pemain tenis, dan sebagainya. Tapi satu semangat yang sama dari cita-cita mereka adalah bahwa mereka ingin bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi sesamanya, serta ingin menunjukkan kepada dunia bahwa keterbatasan penglihatan tak pernah bisa menghalangi mereka untuk berkarya dan berprestasi. mereka ingin menunjukkan bahwa seorang tunanetra bukanlah sebuah beban yang menyusahkan orang-orang, tapi seorang tunanetra justru mampu memberikan kontribusi positif kepada masyarakat.
Satu hal menarik yang kami temukan ketika mengobrol dengan mereka. Salah satu dari mereka meminta nomor handphone teman saya. Semula saya berpikir itu hanyalah gurauan. Gimana bisa make HP, sedangkan untuk mengoperasikannya saja harus menggunakan indera penglihatan. Tapi ternyata mereka memiliki HP dan mereka bisa mengoperasikannya dengan menggunakan software yang bisa menterjemahkan item-item dan tombol di HP dalam bentuk suara.
Allah memang Maha adil, semua orang diberi kelebihan potensi walaupun manusia menganggap bahwa banyak sekali kekurangan.  Semua manusia sudah dibekali potensi masing-masing. Jadi jangan sibuk mendramaritis kekurangan kita, tapi mari kita gali potensi kita,karena setiap manusia pasti diberi kelebihan masing-masing.
Yogyakarta, Desember 2012
Angela Dewa Nindra
089114087
DAFTAR PUSTAKA;
Novita, Tirta, dan Angela. 2012. Ketunanetraan. (makalah)

Mangunsong, Frieda. (2011). Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. Jilid 1. LPSP3. Jakarta

MEMBANGUN PARADIGMA MADRASAH UNGGULAN (Tinjauan Reduksionisme Keberadaan Madrasah)

JURNAL PENDIDIKAN ISLAM

                                                            JURNAL
Penulis : Darwis
Judul   : Membangun Paradigma Madrasah Unggulan
Jurnal   : Dinamika Ilmu (Jurnal Kependidikan)
Vol.     : V No. 1 Juni 2005
 Hal. 57-67

MEMBANGUN PARADIGMA MADRASAH UNGGULAN
(Tinjauan Reduksionisme Keberadaan Madrasah)
Darwis*
            Abstract: while discussing the issue of islamic education, it always refers to madrasah. However, it is very unfortunate to see the feature of madrasah which generally is considered to remain low either the quality of its management, output, and teacher. This can be seen from the output of madrasah to compete to get job. The madrasah graduation seems too difficult to enter formal employment. There are some reasons that lead to that condition, including: there is no maximise participation of society toward the existence ofmadrasah, the school curriculum which is not adaptable to environment, and also the islamic values is less to be taught to student in classroom. Meanwhile, in the outside world, there is tremendous development on science and technology. In order to develop an excellent/pre-eminent madrasah, it needs to re-formulate madrasah, such as increasing people/society participation, reform the curriculum to be more appropriate to the needs of muslim society, lastly, the values that is thought in madrasah have to be sourced from islamic teachings.
Kata Kunci: Madrasah, Reduksionisme, Sistem Pendidikan.

PENDAHULUAN
   Dalam rangka pengembangan ilmu dan pencapaian cita-cita suatu bangsa, maka institusi yang memiliki peran penting adalah institusi pendidikan baik negeri maupun swasta, umum atau yang berciri khas agama islam termasuk dalam hal ini madrasah. Madrasah sebagai lembaga pendidikan islam, seharusnya memiliki misi yang jelas bagaimana mempertahankan, mengembangkan, mengaktualisasikan ajaran islam. Kaitannya dengan madrasah,menurut Fazlur Rahman bahwa diantara yang menyebabkan kemunduran ilmu pengetahuan umat islam adalah karena kekeringan dan jauhnya umat islam dari hakekat ilmu-ilmu keagamaan yang pada dasarnya memberi peluang selebar-lebarnya terhadap fungsi akal dan rasio, munculnya larangan ulama pada zaman pertengahan dalam mencari ilmu yang tidak langsungberhubungan dengan amal dan pemahaman masyarakat islam terhadap hakekat ilmu yang dianggap sesuatu yang dicari dan dibangun secara sistematis oleh akal pikiran manusia sendiri.
Kegelisahan yang muncul ketika sekolah islam gagal mencetak kader aktivis islam, mencerminkan konsep fungsi dan kurikulum yang tidak jelas model pembelajarannya tidak mendorong  anak didik dari keluarga bukan santri, menjadi aktivis gerakan selama masa pendidikan. Pembelajarannya tidak beda dari sekolah umumnya. Sejumlah bidang studi umum, berbeda dan saling bertentangan dengan ilmu ke-islam-an. Penambahan jumlah jam bidang studi ke-islam-an bukanlah jawaban cerdas.
Untuk menata kembali aspek-aspek pembelajaran yang telah lama tidak dituangkan dalam pembelajaran, perlu kiranyapemahaman dan kajian secara mendalam dan integral tahap demi tahap. “ Disamping itu, reformasi pendidikan harus meberikan peluang (room for manoeuvre) bagi siapapun yang aktif dalam pendidkan untuk mengembangkan langkah-langkah baru yang memungkinkan terjadinya peningkatan mutu pendidikan.” Kelemahan yang terjadi dalm pembelajaran di madrasah selama ini adalah para tenaga pendidk kurang mengembangkan intern thinking and learning experience student. Seharusnya semakin banyak lembaga islam yang merdiri, maka semakin banyak pula tokoh islam yang memperjuangkan nilai-nilai keislaman diberbagai aspek kehidupan.

PARTISIPASI MASYARAKAT
            Dalam rangka menjadi lembaga pendidikan islam unggulan, maka madrasah dalam melakukan seluruh kegiatannya tetap memberdayakan dan mengoptimalkan partisipasi masyarakat. Keterbatsan masyarakat akan berakibat pada kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap madrasah. Bentuk-bentuk kepercayaan yang dimaksut dapat berupa partisipasi masyarakat dalam memobilisasi sumber-sumber dana yang tersedia pada orang tua dan masyarakat, sementara dukungan pemerintah terhadap lembaga pendidikan berkurang, apalagi madrasah yang pengelolaannya berda di bawah departemen Agam, bukan di bawah pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten dan kota.
            Menurut pendapat Don Adam yang dikutip oleh Suyata, beberapa aspek tentang mutu sekolah (madrasah) dengan mengidentifikasi: “1) reputasi, 2) sumber-sumber dan masukan, 3) proses, 4) isi, 5) keluaran dan hasil, dan 6) nilai tambah (value added).” Sekolah bermutu dan sekaligus berdampak dapat dilihat dari kemampuannya menghadirkan perubahan di dalam diri siswa apakah itu pengetahuan, sikap, penampilannya atau keseluruhannya.
           
PROSES BELAJAR MENGAJAR
            Untuk menciptakan suasana yang kondusif dan kompetitif, maka madrasah perlu melakukan pembaruan mendasar seperti memperkenalkan penetapan sekolah-sekolah unggulan atau kelas-kelas unggulan, disamping usaha-usaha pembenahan hal-hal terkait mutu lainnya. Faktor-faktir kunci menciptakan sekolah bermutu adalah mengembangkan wawasan madrasah yang bermutu adalah siswa, guru, kepala sekolah, dan pengawas plus orang tua.
            Selain itu, pemberian kesempatan kepada pelaku pendidikan seperti: guru dan anak didik untuk secara bersama-sama maupun pribadi mengembangkan kemempuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, sangat membantu percepatan pertumbuhan karakteristik anak didik. Pembelajaran dari teachers center menjadi students center kiranya menjadi pertimbangan untuk dilakukan. Sistem pembelajaran dapat dibentuk dengan pembelajaran murid yang biasa menunggu, menerima dan memperoleh materi pelajaran sebanyak-banyaknya menjadi aktif mencari dan menguasai metodologi berpikir yang kuat dan konstruktif.
            Kelemahan sistem pendidikan madrasah pada dasarnya sama dengan kelemahan umum yang disandang oleh sistem pendidikan di Indonesia, yakni: 1) mementingkan materi di atas metodologi; 2) mementingkan memori di atas analisis dan dialog; 3) memntingkan pikiran vertikal/linier di atas lateral; 4) mementingkan penguatan pada “otak kiri” di atas “otak kanan”; 5) materi pelajaran agama yang diberikan masih bersifat tradisional, belum menyentuh aspek rasional; 6) penekanan yang berlebihan pada ilmu sebagai produk final, bukan pada proses metodologinya; dan 7) mementingkan orientasi “memiliki” di atas “menjadi”.


MANAJEMEN PENGELOLAAN MADRASAH
            Manajemen pengelolaan madrasah merupakan suatu kebutuhan penting yang harus ada. Mustahil madrasah dapat dikembangkan dengan baik tanpa manajemen yang baik. Semua tugas akan memiliki makna dan berfungsi, apabila memiliki peran dan dan tanggung jawab yang pasti dapat dilakukan. Dengan tanggung jawab ini , secara bertahap dapat dilakukan madrasah berwawasan keunggulan dengan visi dan misi bermacam-macam, bergantung pada pemikiran dasar dan sistem nilai yang dianut serta konsep-konsep lain yang dikaitkannya seperti pemerataan(equity), efisiensi, efektivitas, dan produktivitas. Perbedaan ini akan membawa konsekuensi kebijakan, perencanaan dan sistem alokasi sumber-sumber. Untuk mengembangkan berbagai kebijakan tersebut, ada dua kubu melihat mutu berwawasan keunggulan adalah “(1) elitisme dan (2) developmental. Paham pertama melihat pentingnya faktor-faktor individual seperti kemampuan perseorangan dan motivasi. Sementara yang kedua menekankan pentingnya perbaikan keseluruhan dengan pendekatan perbaikan struktural. Untuk sekolah negeri, pilihan posisi kedua, developmental dengan perbaikan struktural nampaknya lebih disarankan”. Di dalam konteks nasional, sekolah paling tidak mengemban empat fungsi utama yaitu menyatukan bangsa, membentuk warga negara yang baik, menyiapkan pemimpin untuk segala bidang kehidupan, dan mengembangkan pribadi serta segera menyusul menyiapkan warga dunia/global. Singkatnya, pendidikan, terutama lewat persekolahan, menyiapkan peserta didik memasuki peranan mereka di masa mendatang.

REPOSISI KURIKULUM
            Madrasah yang dibentuk tidak perlu dirubah sesuai dengan pergantian zaman dan kepemimpinannya, akan tetapi batasan dan ruang lingkup materi ajar yang harus mendapat perhatian secara serius, menjadi bahan pertimbangan untuk diajarkan pada anak didik. Tentu saja agar madrasah tetap mampu mengambil fungsi majemuk di tengah arah perubahan masyarakat. Selain itu perlu ada kebijakan-kebijakan baru dalam menata ulang materi yang diajarkan, termasuk strategi baru dan dukungan sarana yang memadai.
            Untuk dapat mengembangkan madrasah yang berkualitas perlu ditinjau ulang kurikulum madrasah yang ada selama ini, apakah sudah dapat menjawab persoalan-persoalan keagamaan masyarakat Indonesia dan global pada umumnya. Pergantian kurikulum lama denagn kurikulum baru tidak dapat diterapkan secara cepat, hal tersebut disebabkan penguasaan materi kurikulum bagi guru, penyediaan bahan ajar yang akan dikuasai anak didik, sangat perlu dipertimbangkan secara matang. Oleh karena itu penyesuaian penggunaan kkurikulum baru dan meninggalkan kurikulum lama akan seringkali menimbulkan masalah. Oleh karena itu, “perlu perangkat-perangkat dan visi baru untuk menyesuaikan diri dengan perangkat kurikulum baru itu. Hal ini tentu saja merupakan keresahan mendalam bagi madrasah-madrasah, terutama yang swasta.”
            Pelaksanaan suatu kurikulum menuju kepada keberhasilan lembaga ditunajng oleh hal-hal sebagai berikut:
1.      Tersedia tenaga pengajar (guru) yang kompeten.
2.      Tersedianya fasilitas fisik atau fasilitas belajar yang memadai dan menyenangkan.
3.      Tersedia fasilitas bantu untuk proses belajar-mengajar.
4.      Adanya tenaga penunjang pendidikan seperti tenaga-tenaga administrasi, pembimbing, pustakawan, dan laboran.
5.      Tersedia dana yang memadai.
6.      Manajemen yang efisien.
7.      Terpelihara budaya yang menunjang, seperti misalnya konsep wawasan wiyatamandala.
8.      Kepemimpinan pendidikan.
Penggunaan kurikulum di kalangan madrasah lama dan memiliki ciri khas tersendiri,
“...madrasah masih dapat konsisten dengan titik tekan disiplin ilmunya. Walaupun dipandang dari sudut prestasi mengalami penurunan, terutama dari segi positif sebagai lembaga yang dapat memproduk ulama dan kiai (ahli agama). Gambaran di atas memperlihatkan bahwa madrasah mampu menunjukkan daya adaptasi untuk menyerap unsur-unsur inovasi. Lebih dari itu, madrasah memiliki daya tangkap terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat sekelilingnya.”

PENGEMBANGAN NILAI
            Misi utama keberadaan madrasah adalah untuk mempertahankan dan mengembangkan ajaran islam. Oleh karena itu, lembaga madrasah yang melahirkan ciri khas tersebut mengandung unsur-unsur:
1.      Perwujudan nilai-nilai keislaman di dalam keseluruhan kehidupan lembaga madrasah.
2.      kehidupan moral yang beraktualisasi.
3.      manajemen yang profesional, terbuka dan berperan aktif dalam masyarakat.
Nilai-nilai yang harus diperjuangkan oleh seluruh elemen pendidikan adalah agar semua anak didik dapat diarahkan menjadi dewasa, bertanggung jawab, memiliki kemandirian dalam bersikap dan bertindak. Kemampuan ini dapat diberikan kepada siswa, guru, masyarakat, apabila model madrasah memiliki tipe sekolah/madrasah yang tinggi dalam berbagai aspek.
Tipe model sekolah
Tipe Sekolah
Syarat 1:
Pemilihan
Kepsek dan
Guru
Syarat 2:
Bentuk
Partisipasi
masyarakat
Syarat 3:
Lokasi/kemam-
puan daerah dan
orang tua
Syarat 4:
Kemampuan
Menghitung
dana
Syarat 5:
NEM
1. penuh
Dipilih
Karena
Memiliki
ketrampilan
Partisipasi
Masyarakat
Besar dan dana
Pendapatan
daerah tinggi
Dana tak ter-
Gantung pada
Pemerintah,
Tapi dari masya-
Rakat
Tinggi
2. menengah
Dipilih karena
Memiliki ketrampilan
Partisipasi
Masyarakat
Besar dan dana
Pendapatan
Daerah sedang
Tergantung pada
Dana
Pemerintah
Sedang
3. minimal
Dipilih karena
Memiliki ketrampilan
Partisipasi
Masyarakat
kurang
Pendapatan daerah
rendah
Sangat
Tergantung pada
Dana
pemerintah
rendah
            Manusia akan dapat menjalankan tugas kekhalifahannya secara baik jika dibekali dengan ilmu pendidikan, tat cara belajar yang benar dan tanggung jawab. Ilmu dan sistem balajar ini akan menjadi suatu pedoman dalam perjalanan hidup dan penghambaannya kepada Allah.

KESIMPULAN
            Setelah memperhatikan berbagai argumentasi yang telah disebutkan terdahulu, dapat disimpulakan bahwa untuk menjadikan madrasah unggulan perlu diperhatikan:
  1. partisipasi masyarakat dari segi apapun.
  2. proses belajar mengajar memperhatikan pengembangan nilai-nilai universal agama.
  3. manajemen pengelolaan madrasah  memiliki tipe madrasah yang tinggi.
  4. kurikulum yang digunakan seharusnya memperhatikan kepentingan masyarakat, dengan tidak menghilangkan substansi ajaran islam.
  5. medrasah memiliki visi dan misi untuk mengembangkan nilai ajaran islam yang ditanamkan kepada diri anak didik.