PENDIDIKAN
INKLUSIF
Pengertian Pendidikan Inklusif
Menurut Stainback (1990)
Sekolah Inklusif adalah Sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama.
Kemudian Staub dan Peck (1995)
mengemukakan bahwa Pendidikan Inklusif adalah Penempatan Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) tingkat ringan, sedang dan berat, secara penuh di kelas reguler.
Sedangkan Sapon-Shevin (O’ Neil 1995) menyatakan bahwa Pendidikan
inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar ABK
dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman
seusianya.
Berdasarkan
pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Inklusi
terkandung unsur adanya:
1.
Layanan
Pendidikan yang mengikutsertakan ABK untuk belajar bersama dengan anak
sebayanya di kelas regular/ biasa terdekat dengan tempat tinggalnya;
2.
Pemberian
akses seluas-luasnya kepada semua anak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu;
3.
Pemberian
layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan semua anak,
Sekolah
Inklusif (di Indonesia) adalah sekolah biasa (SB) yang mengakomodasi semua
peserta didik baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus (cacat fisik,
intelektual, sosial, emosional, mental, cerdas, berbakat istimewa daerah
terpencil/ terbelakang, suku terasing, korban bencana alam/ bencana sosial/
miskin), mempunyai perbedaan pangkat, warna kulit, gender, suku bangsa, ras,
bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, kelompok politik, anak kembar, yatim,
yatim piatu, anak pedesaan, anak kota, anak terlantar, tuna wisma, anak
terbuang, anak yang terlibat dalam sistem pengadilan remaja, anak terkena
daerah konflik senjata, anak pengemis, anak terkena dampak narkoba HIV/ AIDS
(ODHA), anak nomaden, dll sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya.
·
Pendidikan
Inklusif adalah suatu strategi untuk memperbaiki sistem pendidikan melalui
perubahan kebijakan dan pelaksanaan yang eksklusif.
·
Pendidikan
Inklusif berfokus pada peminimalan dan penghilangan berbagai hambatan terhadap
akses, partisipasi dan belajar bagisemua anak, terutama bagi mereka yang secara
sosial terdiskriminasikan sebagai akibat kecacatan dan kelainannya.
·
Pendidikan
inklusif melihat perbedaan individu bukan suatu masalah, namun lebih pada
kesempatan untuk memperkaya pembelajaran bagi semua anak.
·
Pendidikan
Inklusif melaksanakan hak setiap anak untuk tidak terdiskriminasikan secara
hukum sebagaimana tercantum dalam konvensi PBB (UNCRC) tentang hak anak.
Pendidikan
Inklusif menghendaki sistem pendidikan dan sekolah lebih menjadikan anak
sebagai pusat dari pembelajaran fleksibel dan dapat menerima perbedaan
karakteristik dan latar belakang setiap anak untuk hidup bersama. Hal ini
merupakan langkah awal untuk mempromosikan hidup yang lebih toleran, damai dan
demokrasi
Landasan Yuridis
Deklarasi
Dakar
Pendidikan
Untuk Semua (2000)
1.
Memperluas
dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak dini usia, terutama
bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung
2.
Menjamin
bahwa menjelang tahun 2015 semua anak, khususnya anak perempuan, anak-anak
dalam keadaan sulit dan mereka yang termasuk minoritas etnik, mempunyai akses
dan menyelesaikan pendidikan dasar yang bebas dan wajib dengan kualitas baik.
3.
Menjamin
bahwa kebutuhan belajar semua manusia muda dan orang dewasa terpenuhi melalui
akses yang adil pada program-program belajar dan kecakapan hidup (life skills)
yang sesuai.
4.
Mencapai
perbaikan 50% pada tingkat keniraksaraan orang dewasa menjelang tahun 2015,
terutama bagi kaum perempuan, dan akses yang adil pada pendidikan dasar dan
berkelanjutan bagi semua orang dewasa.
5.
Menghapus
disparitas gender dalam pendidikan dasar dan menengah menjelang tahun 2005 dan
mencapai persamaan gender dalam pendidikan menjelang tahun 2015 dengan suatu
fokus jaminan bagi perempuan atas akses penuh dan sama pada prestasi dalam
pendidikan dasar dengan kualitas yang baik
Memperbaiki
semua aspek kualitas pendidikan dan menjamin keunggulannya, sehingga hasil
belajar yang diakui dan terukur dapat diraih oleh semua, terutama dalam
keaksaraan, angka dan kecakapan hidup (life skills) yang penting.
Seruan
International Education For All ( EFA)
yang dikumandangkan UNESCO sebagai kesepakatan global hasil World
Education Forum di
Dakar, Senegal tahun 2000, penuntasan EFA diharapkan tercapai pada tahun 2015.
Seruan ini
senafas dengan semangat dan jiwa Pasal 31 UUD 1945 tentang hak setiap warga
negara untuk memperoleh pendidikan dan Pasal 32 UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur mengenai Pendidikan
Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.
Pernyataan
Salamanca Tahun 1994 merupakan perluasan tujuan Education
For All melandasi
pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus dengan
mempertimbangkan pergeseran kebijakan pemerintah yang mendasar untuk
menggalakkan pendekatan pendidikan inklusif.
Melalui
pendidikan inklusif ini diharapkan sekolah-sekolah reguler dapat melayani semua
anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus.
Dalam
menerapkan pendidikan inklusif sekolah reguler memerlukan dukungan sekolah luar
biasa dan Sentra PK/PLK sebagai Pusat Sumber.
Surat Edaran
Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 380/C.C6/MN/2003 tanggal 20 Januari 2003 perihal
pendidikan inklusif : Menyelenggarakan dan mengembangkan di setiap
Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari : SD,
SMP, SMA, SMK.
Landasan Filosofis
“Bhineka
Tunggal Ika”. Filsafat ini wujud pengakuan kebhinekaan manusia, baik vertikal
maupun horizontal yang mengemban misi tunggal sebagai umat Tuhan di muka bumi.
Kebhinekaan vertikal ditandai dengan perbedaan, kecerdasan, fisik, finansial,
pangkat, kemampuan, pengendalian diri dsb. Kebhinekaan horizontal diwarnai
dengan perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal,
daerah afiliasi politik, dsb.
Bertolak
dari filosofis tersebut maka, kecacatan dan keberbakatan hanyalah satu bentuk
kebhinekaan seperti halnya perbedaan suku, ras, bahasa, budaya dan agama.
Artinya dari individu kecacatan pasti ditemukan keunggulan tertentu, sebaliknya
di dalam diri individu berbakat, pasti terdapat kecacatan tertentu, karena
tidak ada makhluk di dunia ini yang sempurna. Sistem Pendidikan harus
memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar peserta didik yang
beragam sehingga mendorong sikap demokratis dan penghargaan asas HAM.
Beberapa Kebaikan Pendidikan Inklusif
·
Membangun
kesadaran dan konsensus pentingnya Pendidikan Inklusif sekaligus
menghilangkan sikap dan nilai yang diskriminatif.
·
Melibatkan
dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan lokal,
mengumpulkan informasi.
·
Semua anak
pada setiap distrik dan mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak sekolah.
·
Mengidentifikasi
hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial, dan masalah lainnya terhadap
akses dan pembelajaran.
·
Melibatkan
masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan bagi
semua anak.
Alasan Pendidikan Inklusif Diterapkan
·
Semua anak
mempunyai hak yang sama untuk tidak di-diskriminasi-kan dan memperoleh
pendidikan yang bermutu.
·
Semua anak
mempunyai kemampuan untuk mengikuti pelajaran tanpa melihat kelainan dan
kecacatannya.
·
Perbedaan
merupakan penguat dalam meningkatkan mutu pembelajaran bagi semua anak.
·
Sekolah dan
guru mempunyai kemampuan untuk belajar merespon dari kebutuhan pembelajaran
yang berbeda.
Bentuk Sekolah Inklusif
·
Sekolah
Biasa/Sekolah Umum, yang mengakomodasi semua Anak Berkebutuhan Khusus
·
SLB/Sekolah
Luar Biasa/Sekolah Khusus yang mengakomodasi anak normal
(Sekolah Inklusif adalah Sekolah yang
terpilih melalui seleksi dan memiliki kesiapan baik
Kepala Sekolah, Guru, Orang Tua, Peserta Didik, Tenaga Administrasi dan
Lingkungan Sekolah/Masyarakat).
Oleh: Lilis Lismaya, S. Pd. (Praktisi Pendidikan
Inklusif)
Desember 12, 2009
Posted by
pokjainklusifkalteng in Artikel Inklusif.
PENDIDIKAN
INKLUSIF
Pengertian Pendidikan Inklusif
Menurut Stainback (1990)
Sekolah Inklusif adalah Sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama.
Kemudian Staub dan Peck (1995)
mengemukakan bahwa Pendidikan Inklusif adalah Penempatan Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) tingkat ringan, sedang dan berat, secara penuh di kelas reguler.
Sedangkan Sapon-Shevin (O’ Neil 1995) menyatakan bahwa Pendidikan
inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar ABK
dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman
seusianya.
Berdasarkan
pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Inklusi
terkandung unsur adanya:
1.
Layanan
Pendidikan yang mengikutsertakan ABK untuk belajar bersama dengan anak
sebayanya di kelas regular/ biasa terdekat dengan tempat tinggalnya;
2.
Pemberian
akses seluas-luasnya kepada semua anak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu;
3.
Pemberian
layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan semua anak,
Sekolah
Inklusif (di Indonesia) adalah sekolah biasa (SB) yang mengakomodasi semua
peserta didik baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus (cacat fisik,
intelektual, sosial, emosional, mental, cerdas, berbakat istimewa daerah
terpencil/ terbelakang, suku terasing, korban bencana alam/ bencana sosial/
miskin), mempunyai perbedaan pangkat, warna kulit, gender, suku bangsa, ras,
bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, kelompok politik, anak kembar, yatim,
yatim piatu, anak pedesaan, anak kota, anak terlantar, tuna wisma, anak
terbuang, anak yang terlibat dalam sistem pengadilan remaja, anak terkena
daerah konflik senjata, anak pengemis, anak terkena dampak narkoba HIV/ AIDS
(ODHA), anak nomaden, dll sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya.
·
Pendidikan
Inklusif adalah suatu strategi untuk memperbaiki sistem pendidikan melalui
perubahan kebijakan dan pelaksanaan yang eksklusif.
·
Pendidikan
Inklusif berfokus pada peminimalan dan penghilangan berbagai hambatan terhadap
akses, partisipasi dan belajar bagisemua anak, terutama bagi mereka yang secara
sosial terdiskriminasikan sebagai akibat kecacatan dan kelainannya.
·
Pendidikan
inklusif melihat perbedaan individu bukan suatu masalah, namun lebih pada
kesempatan untuk memperkaya pembelajaran bagi semua anak.
·
Pendidikan
Inklusif melaksanakan hak setiap anak untuk tidak terdiskriminasikan secara
hukum sebagaimana tercantum dalam konvensi PBB (UNCRC) tentang hak anak.
Pendidikan
Inklusif menghendaki sistem pendidikan dan sekolah lebih menjadikan anak
sebagai pusat dari pembelajaran fleksibel dan dapat menerima perbedaan
karakteristik dan latar belakang setiap anak untuk hidup bersama. Hal ini
merupakan langkah awal untuk mempromosikan hidup yang lebih toleran, damai dan
demokrasi
Landasan Yuridis
Deklarasi
Dakar
Pendidikan
Untuk Semua (2000)
1.
Memperluas
dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak dini usia, terutama
bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung
2.
Menjamin
bahwa menjelang tahun 2015 semua anak, khususnya anak perempuan, anak-anak
dalam keadaan sulit dan mereka yang termasuk minoritas etnik, mempunyai akses
dan menyelesaikan pendidikan dasar yang bebas dan wajib dengan kualitas baik.
3.
Menjamin
bahwa kebutuhan belajar semua manusia muda dan orang dewasa terpenuhi melalui
akses yang adil pada program-program belajar dan kecakapan hidup (life skills)
yang sesuai.
4.
Mencapai
perbaikan 50% pada tingkat keniraksaraan orang dewasa menjelang tahun 2015,
terutama bagi kaum perempuan, dan akses yang adil pada pendidikan dasar dan
berkelanjutan bagi semua orang dewasa.
5.
Menghapus
disparitas gender dalam pendidikan dasar dan menengah menjelang tahun 2005 dan
mencapai persamaan gender dalam pendidikan menjelang tahun 2015 dengan suatu
fokus jaminan bagi perempuan atas akses penuh dan sama pada prestasi dalam
pendidikan dasar dengan kualitas yang baik
Memperbaiki
semua aspek kualitas pendidikan dan menjamin keunggulannya, sehingga hasil
belajar yang diakui dan terukur dapat diraih oleh semua, terutama dalam
keaksaraan, angka dan kecakapan hidup (life skills) yang penting.
Seruan
International Education For All ( EFA)
yang dikumandangkan UNESCO sebagai kesepakatan global hasil World
Education Forum di
Dakar, Senegal tahun 2000, penuntasan EFA diharapkan tercapai pada tahun 2015.
Seruan ini
senafas dengan semangat dan jiwa Pasal 31 UUD 1945 tentang hak setiap warga
negara untuk memperoleh pendidikan dan Pasal 32 UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur mengenai Pendidikan
Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.
Pernyataan
Salamanca Tahun 1994 merupakan perluasan tujuan Education
For All melandasi
pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus dengan
mempertimbangkan pergeseran kebijakan pemerintah yang mendasar untuk
menggalakkan pendekatan pendidikan inklusif.
Melalui
pendidikan inklusif ini diharapkan sekolah-sekolah reguler dapat melayani semua
anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus.
Dalam
menerapkan pendidikan inklusif sekolah reguler memerlukan dukungan sekolah luar
biasa dan Sentra PK/PLK sebagai Pusat Sumber.
Surat Edaran
Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 380/C.C6/MN/2003 tanggal 20 Januari 2003 perihal
pendidikan inklusif : Menyelenggarakan dan mengembangkan di setiap
Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari : SD,
SMP, SMA, SMK.
Landasan Filosofis
“Bhineka
Tunggal Ika”. Filsafat ini wujud pengakuan kebhinekaan manusia, baik vertikal
maupun horizontal yang mengemban misi tunggal sebagai umat Tuhan di muka bumi.
Kebhinekaan vertikal ditandai dengan perbedaan, kecerdasan, fisik, finansial,
pangkat, kemampuan, pengendalian diri dsb. Kebhinekaan horizontal diwarnai
dengan perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal,
daerah afiliasi politik, dsb.
Bertolak
dari filosofis tersebut maka, kecacatan dan keberbakatan hanyalah satu bentuk
kebhinekaan seperti halnya perbedaan suku, ras, bahasa, budaya dan agama.
Artinya dari individu kecacatan pasti ditemukan keunggulan tertentu, sebaliknya
di dalam diri individu berbakat, pasti terdapat kecacatan tertentu, karena
tidak ada makhluk di dunia ini yang sempurna. Sistem Pendidikan harus
memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar peserta didik yang
beragam sehingga mendorong sikap demokratis dan penghargaan asas HAM.
Beberapa Kebaikan Pendidikan Inklusif
·
Membangun
kesadaran dan konsensus pentingnya Pendidikan Inklusif sekaligus
menghilangkan sikap dan nilai yang diskriminatif.
·
Melibatkan
dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan lokal,
mengumpulkan informasi.
·
Semua anak
pada setiap distrik dan mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak sekolah.
·
Mengidentifikasi
hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial, dan masalah lainnya terhadap
akses dan pembelajaran.
·
Melibatkan
masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan bagi
semua anak.
Alasan Pendidikan Inklusif Diterapkan
·
Semua anak
mempunyai hak yang sama untuk tidak di-diskriminasi-kan dan memperoleh
pendidikan yang bermutu.
·
Semua anak
mempunyai kemampuan untuk mengikuti pelajaran tanpa melihat kelainan dan
kecacatannya.
·
Perbedaan
merupakan penguat dalam meningkatkan mutu pembelajaran bagi semua anak.
·
Sekolah dan
guru mempunyai kemampuan untuk belajar merespon dari kebutuhan pembelajaran
yang berbeda.
Bentuk Sekolah Inklusif
·
Sekolah
Biasa/Sekolah Umum, yang mengakomodasi semua Anak Berkebutuhan Khusus
·
SLB/Sekolah
Luar Biasa/Sekolah Khusus yang mengakomodasi anak normal
(Sekolah Inklusif adalah Sekolah yang
terpilih melalui seleksi dan memiliki kesiapan baik
Kepala Sekolah, Guru, Orang Tua, Peserta Didik, Tenaga Administrasi dan
Lingkungan Sekolah/Masyarakat).
Oleh: Lilis Lismaya, S. Pd. (Praktisi Pendidikan
Inklusif)
Desember 12, 2009
Posted by
pokjainklusifkalteng in Artikel Inklusif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar